REMODELASAUN ALA
BREWOK[1]
Vladimir A. SAFI’I
[1] Artikel
sudah pernah dipublikasikan di Surat Kabar “Jornal Independente” pada tanggal
10 Februari 2015
Artikel ini penulis awali dengan
kesimpulan mengenai motif seseorang duduk di kekuasaan: pertama, bahwa
seseorang duduk di kekuasaan karena faktor warisan (herança), baik karena hubungan kekerabatan maupun hubungan lainnya
(balas budi atau belas kasihan). Kedua, karena faktor pengabdian (dedicação) baik terhadap rakyat, negara,
atau ideology yang dianutnya. Ketiga, faktor lapangan pekerjaan (campo do trabalho). Keempat, faktor
keinginan untuk merampok (roubar)
uang rakyat secara legal.
Politik adalah cara/seni dan sekaligus
ilmu untuk meraih kekuasaan, baik secara konstitusional maupun
non-konstitusional. Sebagai sebuah seni atau cara, maka ini sangat terkait
dengan karakter orang yang sedang berpolitik (cenderung subyektif). Sedangkan
sebagai ilmu, maka ini sangat berkaitan dengan rasionalitas dan kaidah-kaidah
keilmuan yang berlaku (cenderung obyektif). Dengan demikian, sadar atau tidak
sadar, maka semua orang sudah terlibat dalam kegiatan politik sehari-hari baik
dalam urusan pemerintahan maupun non-pemerintahan.
Sebuah masyarakat, bangsa dan negara
dapat eksis dan bertahan lama dikarenakan politiknya. Begitu juga sebaliknya,
dapat runtuh tak berbekas karena sikap, aktivitas dan peristiwa politik yang
terjadi di dalamnya. Runtuhnya sebuah negara sudah pasti berpengaruh pada
keruntuhan bangsa yang berada di dalamnya. Ini disebabkan, karena identitas
“kebangsaan” mulai ada dan dibangun semenjak ide tentang perlunya dibangun
sebuah “negara” di suatu wilayah. Yang sudah barang tentu, pada akhirnya ini
akan sangat berpengaruh terhadap eksistensi masyarakatnya yang cenderung
beragam. Timor-Leste adalah entitas dari berkumpulnya beragam etnik masyarakat
(Fataluku, Makasae, Mambai, dll), yang mencoba mentransformasikan diri menjadi
entitas baru bernama ‘bangsa/nation/nasaun’ melalui wadah yang bernama
‘Republika Demokratika Timor-Leste’.
Tercatat, sudah banyak peristiwa politik
yang cenderung destruktif yang menimpa negara ini. Sebutlah salah satunya
adalah krisis 2006, yang belum hilang sepenuhnya dari ingatan masyarakat. Saat
ini, sebuah peristiwa politik (yang cenderung dramatik) kembali dan sedang
berlangsung: remodelação do gabinete/cabinet reshuffle/perombakan kabinet yang
dipimpin oleh Primeiru Ministru Xanana Gusmão.
Secara umum, remodelação do gabinete mengandung
pengertian sebagai sebuah peristiwa politik dalam pemerintahan di mana kepala
pemerintahan (dalam konteks semi parlementar seperti sistem pemerintahan di
Timor-Leste adalah Primeiru Ministru) melakukan penggantian atau pemindahan
posisi terhadap seorang atau sebagian menteri atau anggota kabinet dengan
tujuan utama untuk mensolidkan dan meningkatkan kinerja pemerintahan yang ada
demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Biasanya, remodelasaun dilakukan
berdasarkan berbagai alasan, diantaranya adalah menteri atau anggota kabinet
lainnya dinilai telah gagal dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, terjadi
karena ada anggota kabinet yang didakwa/diduga telah menyalahgunakan
wewenang/kekuasaan (abusa de poder). Untuk kasus restrukturisasi dengan
pengurangan jumlah anggota kabinet, biasanya didasarkan pada persoalan
efesiensi anggaran keuangan negara. Sementara dalam kasus sebuah pemerintahan
yang dibangun oleh koalisi antara partai politik, remodelasaun dilakukan
berdasarkan alasan “untuk saling merasakan,” alias menjabat secara bergiliran.
Serta masih banyak alasan lainnya.
Dalam sejarahnya (RDTL), peristiwa politik
remodelação do gabinete sudah pernah terjadi pada pemerintahan yang dipimpin
oleh PM Mari Al-katiri, Ramos Horta dan Estanislau (periode 2002-2007). Mari
Al-katiri sempat melakukan restrukturisasi pemerintahan pada bulan Maret 2003
dan Juli 2005. Selanjutnya, diawali dengan peristiwa politik lainnya (krisis
2006), Kabinet Mari Al-katiri dibubarkan dan diganti dengan Kabinet Ramos Horta
pada bulan Juli 2006. Kira-kira setahun kemudian, tepatnya pada bulan Mei 2007,
Kabinet Ramos Horta dibubarkan dan diganti dengan Kabinet Estanislau da Silva.
Lalu, sebuah remodelação do gabinete yang sedang berlangsung saat ini (Gabinete
Bloku Koligasaun yang dipimpin oleh PM Xanana Gusmão). Selain terdapat unsur
kesamaan, juga terdapat unsur perbedaan antara peristiwa remodelação do
gabinete pada periode 2002-2007 dengan apa yang terjadi pada saat ini (periode
2012-2017).
Perbedaannya adalah pembubaran Kabinet
Mari Al-katiri dipicu dari adanya konflik politik kepentingan antara elit
politik (khususnya antara kubu Mari dengan kubu Xanana) pada saat itu dan
munculnya chaos politik yang melibatkan masyarakat hingga menimbulkan banyaknya
korban nyawa dan harta benda. Sementara itu, remodelasaun di era Xanana (2014),
dapat dikatakan hampir tidak ada konflik politik kepentingan antara elit yang
ada (selain kasus Mauk Moruk), lebih-lebih semenjak Mari Al-katiri “ditidurkan”
dengan proyek Oequssei.
Perbedaan lainnya adalah bahwa dalam
kasus remodelasaun 2006 terjadi secara otomatis (diikuti bubarnya para menteri)
ketika Mari Al-katiri selaku PM menyatakan mundur (rezignasaun) dari jabatannya,
begitu juga dengan Kabinet Ramos Horta sehingga tidak menimbulkan polemik yang
berkepanjangan. Sementara itu, untuk kasus remodelasaun ala Xanana dilakukan
dengan cara menyuruh para menterinya untuk mengundurkan diri, dan Xanana
sendiri masih menjabat sebagai PM (sebelumnya, rencana rezigna-an telah
disampaikan beberapa kali). Bahkan, niat mundurnya Xanana ini juga kurang
mendapat persetujuan dari Presidente da Republica Taur Matan Ruak (walaupun
pada akhirnya, Sexta, 6/2/2014, Xanana memberikan surat pengunduran dirinya
kepada Presiden).
Selanjutnya, yang membedakan adalah
bahwa Kabinet Mari Al-katiri merupakan kabinet yang dibentuk oleh Fretilin
(satu partai) yang menang maiora absolute dalam pemilihan umum Asembleia Konstituente
tahun 2001, sedangkan Kabinet Xanana dibentuk oleh koligasaun 3 partai politik
(CNRT, PD, dan Frenti-Mudansa) sebagai hasil pemilu parlementar 2012.
Sementara itu, sebagai unsur kesamaannya
adalah bahwa semua peristiwa politik remodelasaun yang ada (Mari dan Xanana) sama-sama
tidak melewati proses politik di lembaga legislative (Parlementu Nasional).
Proses politik yang dimaksud berkaitan dengan tidak adanya mosi tidak percaya
(moção de censura) atau impeachment (impugnação) dari anggota PN kepada
pemerintah. Dalam kasus remodelasaun ala Xanana saat ini, justru yang terjadi
adalah sebaliknya, di mana pemerintahan Xanana mendapatkan dukungan dan
kepercayaan yang penuh dari semua anggota Parlementu Nasional dengan
disetujuinya Orsamentu Jeral de Estadu 2015.
Faktor proses politik di Parlementu
Nasional ini sangat penting mengingat dengan system semi-parlementar yang
dianut Timor-Leste mengharuskan pemerintah (Primeiru Ministru & Ministru
sira) bertanggungjawab kepada Parlementu (Konstitusi RDTL, Artigu 107), selain
juga kepada Presidente da Republica. Dengan mencermati proses politik yang
terjadi selama 2 tahun Kabinet Bloku Koligasaun, maka sesungguhnya
pertanggungjawaban tahunan yang diberikan kepada Parlementu Nasional berjalan
mulus dan lancar-lancar saja. Artinya, unsur moção de censura atau impugnação
tidak ada. Dengan demikian, secara politik formal institusional, maka tidak ada
tuntutan perlunya perombakan Kabinet oleh para anggota PN kepada Kabinet
Xanana. Inilah kejanggalan (embaraço) pertama terkait dengan dasar politik apa
yang dijadikan alasan mengenai perlunya remodelasaun.
Kejanggalan kedua adalah berkaitan
dengan fakta bahwa secara politik dan de jure, Governo Bloco Koligação ini
dibentuk melalui aliansi maioria parlementar dari 3 partai politik (CNRT, PD
dan Frenti-Mudansa). Dari kabar yang terdengar bahwa proses remodelasaun ini
(rencana dan proses pemberhentian para menteri yang dilakukan oleh PM Xanana) tidak
melibatkan partai politik anggota koalisi. Artinya, ini merupakan sebuah
inisiatif dan tindakan sepihak (unilateral) dari PM Xanana sendiri. Secara
hukum, langkah ini sah-sah saja mengingat para menteri adalah pembantu PM.
Namun, secara politik (etika), langkah politik yang ditempuh oleh PM Xanana
(yang juga Presidente CNRT) ini kurang etis (walaupun sah-sah saja). Celakanya
lagi adalah hingga detik ini tidak terdapat sikap protes dari pihak PD dan
Frenti-Mudansa. Kedua partai ini lebih memilih bersikap “pasrah dan menerima
takdir politik” tersebut. Fakta ini menunjukan bahwa selama 2 tahun ini
ternyata tidak ada komunikasi politik yang transparan diantara partai politik
yang tergabung dalam secretariat bersama Bloku Koligasaun. Seharusnya,
secretariat ini benar-benar dapat dijadikan sebagai tempat dan instrument untuk
membangun sebuah proses komunikasi politik yang harmonis, apalagi semua
pimpinan partai politik juga menduduki posisi di kabinet (informasi yang
penulis dengar, Sekretariat Bersama Bloku Koligasaun ini hanya berfungsi pada
saat pembahasan Orsamentu Jeral de Estadu saja). Kesimpulannya adalah bahwa
wadah ini tidak berjalan secara maksimal.
Kejanggalan yang ketiga adalah masyarakat
umum tidak mengetahui mengenai alasan dilakukannya remodelasaun: mengapa
Menteri A dipertahankan dan Menteri B diberhentikan? Atau, mengapa PM Xanana
harus rezigna-an? Dan, mengapa harus diganti oleh Agio Pereira atau Rui
Araujo? Tentunya, tidak diumumkannya
faktor-faktor atau alasan tersebut, lebih banyak didasarkan pada pertimbangan
etika semata.
Tidak adanya penjelasan resmi dari pihak
PM Xanana, pada akhirnya menimbulkan berbagai macam spekulasi dan persepsi yang
beragam dalam masyarakat. Ada yang berpandangan bahwa Menteri yang
diberhentikan dinilai telah gagal dalam menjalankan tugasnya. Artinya, sukses
dalam mengeksekusi orsamentu setiap tahunnya, tetapi gagal dalam
mentransformasikan anggaran keuangan tersebut dalam bentuk program kementerian
yang nyata dan berhasil dirasakan oleh rakyat. Ada juga yang berpandangan bahwa
banyaknya pejabat yang diberhentikan karena banyaknya kasus “negative” yang
dilakukan oleh para menteri seperti ada menteri yang selingkuh kanan-kiri,
menteri terlibat dalam skandal video/foto porno, menteri yang terlibat dalam
perselingkuhan dengan pengusaha (KKN), dan sebagainya. Persepsi lainnya adalah
bahwa jumlah membru governu yang mencapai 55 orang dinilai terlalu banyak. Di
samping menyebabkan pemborosan keuangan negara, juga dapat menimbulkan
ketidakefektifan kerja. Selain itu, ada juga persepsi yang beranggapan bahwa
rendahnya kinerja Kabinet Bloku Koligasaun telah menurunkan citra PM Xanana.
Dengan remodelasaun diharapkan ada kenaikan citra Xanana dimata publik. Di
samping itu, ada persepsi bahwa remodelasaun ini mengemban misi khusus dari
Xanana terkait dengan perjuangan Timor-Leste atas minyak. Dan masih banyak
persepsi lainnya.
Dengan demikian, apapun alasan yang dijadikan
pertimbangan untuk remodelasaun (berkaitan dengan kinerja), maka sesungguhnya
bukan semata-mata kesalahan seorang Ministro atau Sekretario do Estado
melainkan sebuah kesalahan kolektiv. Benar, bahwa secara personal terdapat
menteri yang kurang memiliki kapasitas dalam bekerja atau berhadapan dengan masalah
tertentu, namun dilihat dari sudut pandang organisasi, maka posisi seorang
Ministro atau Sekretario do Estado tetaplah dengan status sebagai bawahan atau
anak buah atau pembantu seorang PM. Karenanya, seorang PM selaku pimpinan juga
harus turut bertanggung jawab.
Kejanggalan yang keempat adalah
sebagaimana diatur dalam Konstitusi Artigu 105 bahwasannya membru governu
berada dalam satu mekanisme organisasi yang namanya Conselho do Ministro.
Pertanyaannya adalah mengapa jika disinyalir atau diduga ada kesalahan yang
dilakukan oleh seorang menteri tidak dilakukan evaluasi (teguran atau
peringatan) di forum Conselho do Ministro ini? Mengapa harus menunggu 2 tahun
baru diadakan pemberhentian?
Kesemua kejanggalan-kejanggalan di atas,
mencerminkan adanya sikap ambiguitas/kebingungan dalam diri PM. Sikap ambigu
ini nampak terlihat dengan jelas manakala Xanana melakukan pertemuan dengan
elit partai politik (PD dan Frenti-Mudansa) pasca kemunduran semua membru
governu. Padahal, pada awalnya kedua partai politik tersebut ditinggalkan atau
tidak dilibatkan. “Keterlambatan politik” inilah, pada akhirnya menimbulkan
adanya spekulasi public mengenai dugaan akan sikap Xanana (CNRT) yang tidak
lagi mau berkoalisi dengan PD dan Frenti-Mudansa, dan beralih untuk “kawin”
dengan FRETILIN. Indikasi bahwa Xanana hendak melakukan koalisi “di bawah meja”
dengan FRETILIN terlihat dengan dipanggilnya beberapa elit politik FRETILIN
untuk masuk ke dalam kabinet baru yang akan dibentuk.
Bagi FRETILIN sendiri, situasi ini
sangat menentukan dan menguntungkan. Sudah barang tentu situasi politik yang
berkembang saat ini merupakan bagian dari konsesi dan kompensasi politik dari
Xanana terhadap FRETILIN atas sikap FRETILIN yang dalam setahun terakhir tidak
lagi memposisikan dirinya sebagai partai oposisi di PN, malah sebaliknya
menjadi motor penggerak utama disetujuinya Orsamentu Jeral (APBN) 2015. Alias,
tidak ada dukungan yang gratis. FRETILIN juga membutuhkan amunisi untuk
eleisaun jeral 2017.
Di sisi yang lain, Xanana juga terlihat
hendak bermain “aman”. Artinya, meskipun secara terang-terangan meninggalkan
dua partai pendukung GBK (PD dan Frenti-Mudansa), Xanana juga masih
“melibatkan” mereka dalam pembicaraan mengenai jumlah membru governu yang baru
serta PM yang baru, di mana mereka mengusulkan nama Agio Pereira sebagai PM.
Selain itu, juga masih memasukkan beberapa nama menteri lama untuk masuk ke
dalam kabinet yang baru.
Melihat situasi ini, FRETILIN melalui
Sekretaris Jenderalnya, Mari Al-katiri menyatakan bahwa PM Xanana telah
memanggil Rui Araujo untuk dipromosikan sebagai PM yang baru. Langkah politik
Xanana dan Statemen Mari ini, nampak jelas mengindikasikan bahwasannya di
antara kedua elit ini telah ada kesepakatan di bawah meja yang hanya tinggal
menunggu momentum yang tepat saja untuk mengentuk palu sebagai symbol
terbentuknya koalisi yang baru: CNRT-FRETILIN.
Pada akhirnya, pihak manakah yang
berpeluang menanggung beban politik yang berat ini? Selain rakyat Timor-Leste
sendiri, juga Presiden Taur Matan Ruak. Presiden harus menghadapi dan menerima
3 bola liar yang ditendang oleh Xanana: a) Xanana mengundurkan diri dari PM; b)
PD dan Frenti-Mudansa mengajukan Agio Pireira sebagai PM; dan c) FRETILIN
mengajukan Rui Araujo sebagai PM.
Jika perkembangan politik yang sedang
berlangsung ini, semata-mata dipahami sebagai “permainan”, maka akhir dari
permainan adalah adanya pro dan kontra atas 3 bola liar tersebut. Dengan asumsi
bahwa bola liar tersebut tidak bisa dikendalikan, maka sebagai “pemenang dalam
permainan” ini adalah Xanana kembali menjadi PM dengan catatan Presiden Taur
menolak surat pengunduran diri Xanana. Konsekuensi dari kembalinya Xanana
sebagai PM adalah dibentuknya sebuah Pemerintahan Persatuan (CNRT, FRETILIN,
PD, dan Frenti-Mudansa). Namun, apabila bola liar ini dapat dikendalikan
(Presiden menerima surat pengunduran diri Xanana), berarti pemerintahan yang
baru akan dipimpin oleh Rui Araujo sebagai sikap kompromi terhadap FRETILIN,
dengan tetap mengakomodir partai politik pendukung koalisi sebelumnya.
Dengan mencermati proses dan polemik
yang ada, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: pertama, bahwa
proses remodelasaun ini, meskipun tetap berada dalam koridor hukum
konstitusional yang ada, namun telah menempatkan “etika politik” sebagai
sesuatu yang dikesampingkan. Kedua, nampak jelas bahwa remodelasaun ini hanya
mendasarkan diri pada kepentingan para elit politik saja bukan berdasarkan
kepentingan rakyat banyak. Ketiga, remodelasaun hanya berisi tentang “politik
bagi-bagi kue kekuasaan” di antara para elit politik. Keempat, dapat dipastikan
bahwa berapapun jumlah keseluruhan membru governu yang akan dibentuk, maka
orang-orang yang mengisinya adalah para pemain lama. Dengan demikian,
remodelasaun ini hanya merombak orangnya, bukan mentalitasnya.
Fakta politik yang sedang berlangsung,
pada akhirnya melejitimasi ungkapan bernada pesimis sebagian orang: “Hanesan
deit, Maun!” Meskipun begitu, di tengah-tengah lautan pesimisme ini, tentunya
kita tetap berharap, semoga pemerintahan baru yang akan dibentuk betul-betul
mampu menyelesaikan beberapa persoalan yang mendasar yang sedang dihadapi
rakyat negeri ini. Berharap pada harapan! (Espero com Esperança!) ***
assalamualaikum wr,wb
BalasHapusMBAH… saya IBU RAHMAN
mengucapkan banyak2 terima
kasih kepada AKI SUBANG
atas nomor togelnya yang
kemarin AKI berikan yaitu (9278).senin tgl 23 02 2015
alhamdulillah.
ternyata itu benar2 tembus
AKI dan berkat bantuan
AKI SUBANG saya menang togel 450 jt.dan bisa
melunasi semua hutan2
orang tua saya yang ada di
BANK BRI dan bukan hanya
itu AKI alhamdulillah
sekarang saya sudah bisa
bermodal sedikit untuk
mencukupi kebutuhan
keluarga saya sehari2. itu
semua berkat bantuan AKI SUBANG sekali lagi
makasih banyak yah AKI…
yang ingin merubah nasib
seperti saya hubungi AKI SUBANG di nomor
085319486041.
dijamin 100% tembus atau
silahkan buktikan sendiri
JIKA ANDA MENBUTUHKAN BANTUAN ANGKA TOGEL HASIL DARI RITUAL DI JAMIN TEMBUS 100%
HapusSILAHKAN HUB KI BAYU REKSO DINOMOR 085322013277 ATAU KLIK www.ramalantotosgphk.blogspot.com
TIDAK USAH BANYAK BASA BASI BUKTIKAN SAJA KE MAMPUAN KI BAYU REKSO
DENGAN CARA BERGABUNG JADI MEMBER BELIU