Setelah bekerja selama
kurang lebih 2 minggu, akhirnya Tim Arkeolog menemukan benda-benda purbakala yang
terbuat dari batu sebagai sisa-sisa peninggalan manusia purba di Desa Tutuala,
Kecamatan Tutuala, Kabupaten Lospalos (Timor-Leste). Salah satu benda purbakala
yang ditemukan adalah KAPAK LONJONG terbuat dari batu. Hingga kini, Tim
Arkeolog belum membuat kesimpulan mengenai hasil penemuan benda bersejarah
tersebut.
Sebagaimana diketahui,
bahwa sebelum kehidupan “modern” seperti sekarang ini, telah berlaku kehidupan
manusia di masa lalu yang dikenal dengan istilah kehidupan manusia purba. Sebagian
ilmuwan menyebutnya dengan istilah “pra-sejarah”.
Salah satu perspektif
yang dipergunakan untuk memahami kehidupan manusia purba ini adalah dengan
memahami alat-alat yang mereka pergunakan baik untuk mempertahankan dan menjaga
kelangsungan hidup mereka. Dari sudut pandang inilah, selanjutnya kehidupan
manusia purba dibagi menjadi beberapa era atau zaman, yakni zaman batu, zaman
perunggu dan zaman besi.
Disebut zaman batu
karena semua peralatan bekerja mereka terbuat dari batu (meskipun peralatan
lain juga mereka pergunakan seperti kayu dan tulang) mulai dari bentuknya yang
sederhana dan kasar hingga bentuk yang bagus dan halus. Melihat hasil penemuan
Tim Arkeolog di Tutuala tersebut, kapak lonjong ini ukurannya relative kecil
dan relative halus. Dengan demikian, (perkiraan saya) benda ini dibuat dalam
kurun waktu antara zaman batu NEOLITHIKUM hingga MESOLITHIKUM (1.500 – 20.000
Sebelum Masehi).
Kesimpulan saya ini juga
didasarkan pada bahwa ciri-ciri kehidupan neolithikum hingga mesolithikum
adalah mereka, meskipun dalam memenuhi kebutuhan makanan dengan cara berburu,
juga sudah melakukan pola produksi pertanian (sederhana). Selain itu, mereka
tidak lagi nomaden (sudah bertempat tinggal tetap). Sebagai tempat tinggal
tetap mereka adalah gua atau bebatuan yang strukturnya menjorok ke dalam.
Lokasi penemuan benda
purbakala ini sendiri berada di goa dan di dekat pantai (Pantai Walu). Di dalam
dinding goa sendiri juga ditemukan ukiran atau pahatan bergambar wajah (baca:
kepala) manusia. Tidak jauh dari lokasi penemuan, juga terdapat goa (Goa Ili
Kere-Kere) dengan dinding yang dilukis dengan beberapa gambar tangan, perahu,
hewan, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwasannya manusia purbakala pemilik
kapak lonjong tersebut telah memiliki tingkat pengetahuan yang lebih maju dibanding
kehidupan di zaman sebelumnya (zaman batu paleithikum).
Secara umum, kapak
lonjong dari batu tersebut, biasanya dipergunakan untuk memotong daging hewan,
menguliti kayu, juga tidak menutup kemungkinan dipakai sebagai pahat untuk
memahat wajah manusia di dinding goa tersebut. Di beberapa tempat yang lain,
seperti di Sumatera dan Sulawesi, Flores, Rote, Atambua (Timor Barat/NTT) serta
Seram (Papua) dan Maluku (Kei), biasanya kapak lonjong dengan ukuran kecil
tersebut juga dipandang sebagai senjata sakral (lulik) untuk acara ritual
keagamaan.
Secara umum pula,
masyarakat purba yang terbiasa menggunakan kapak lonjong masuk dalam kategori Ras Austromelanosoide
(mayoritas), Aborigin (Australia) dan Melanosoid (papua). Selain itu juga
Ras mongoloide (minoritas) seperti yang ditemukan di Semang (Kalimantan-Malaysia)
dan Atca (Filipina).
Mungkin, patut
untuk dijadikan catatan, bahwasannya secara geografis (berdasarkan pemetaan
yang dilakukan oleh Wallacea), Timor-Leste berada di area Wallacea Line, yakni
area campuran antara kebudayaan kapak lonjong dengan kebudayaan kapak persegi. Intinya
adalah penemuan benda purbakala tersebut sangat penting bagi masyarakat
Timor-Leste guna memahami sejarahnya di masa lalu: “bahwa sejarah masyarakat
manusia bukanlah semata-mata sejarahnya kolonialisme saja.”
----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar