Senin, 04 September 2017

DITEMUKAN KAPAK LONJONG MANUSIA PURBA DI TUTUALA

Setelah bekerja selama kurang lebih 2 minggu, akhirnya Tim Arkeolog menemukan benda-benda purbakala yang terbuat dari batu sebagai sisa-sisa peninggalan manusia purba di Desa Tutuala, Kecamatan Tutuala, Kabupaten Lospalos (Timor-Leste). Salah satu benda purbakala yang ditemukan adalah KAPAK LONJONG terbuat dari batu. Hingga kini, Tim Arkeolog belum membuat kesimpulan mengenai hasil penemuan benda bersejarah tersebut.
Sebagaimana diketahui, bahwa sebelum kehidupan “modern” seperti sekarang ini, telah berlaku kehidupan manusia di masa lalu yang dikenal dengan istilah kehidupan manusia purba. Sebagian ilmuwan menyebutnya dengan istilah “pra-sejarah”.
Salah satu perspektif yang dipergunakan untuk memahami kehidupan manusia purba ini adalah dengan memahami alat-alat yang mereka pergunakan baik untuk mempertahankan dan menjaga kelangsungan hidup mereka. Dari sudut pandang inilah, selanjutnya kehidupan manusia purba dibagi menjadi beberapa era atau zaman, yakni zaman batu, zaman perunggu dan zaman besi.
Disebut zaman batu karena semua peralatan bekerja mereka terbuat dari batu (meskipun peralatan lain juga mereka pergunakan seperti kayu dan tulang) mulai dari bentuknya yang sederhana dan kasar hingga bentuk yang bagus dan halus. Melihat hasil penemuan Tim Arkeolog di Tutuala tersebut, kapak lonjong ini ukurannya relative kecil dan relative halus. Dengan demikian, (perkiraan saya) benda ini dibuat dalam kurun waktu antara zaman batu NEOLITHIKUM hingga MESOLITHIKUM (1.500 – 20.000 Sebelum Masehi).
Kesimpulan saya ini juga didasarkan pada bahwa ciri-ciri kehidupan neolithikum hingga mesolithikum adalah mereka, meskipun dalam memenuhi kebutuhan makanan dengan cara berburu, juga sudah melakukan pola produksi pertanian (sederhana). Selain itu, mereka tidak lagi nomaden (sudah bertempat tinggal tetap). Sebagai tempat tinggal tetap mereka adalah gua atau bebatuan yang strukturnya menjorok ke dalam.
Lokasi penemuan benda purbakala ini sendiri berada di goa dan di dekat pantai (Pantai Walu). Di dalam dinding goa sendiri juga ditemukan ukiran atau pahatan bergambar wajah (baca: kepala) manusia. Tidak jauh dari lokasi penemuan, juga terdapat goa (Goa Ili Kere-Kere) dengan dinding yang dilukis dengan beberapa gambar tangan, perahu, hewan, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwasannya manusia purbakala pemilik kapak lonjong tersebut telah memiliki tingkat pengetahuan yang lebih maju dibanding kehidupan di zaman sebelumnya (zaman batu paleithikum).
Secara umum, kapak lonjong dari batu tersebut, biasanya dipergunakan untuk memotong daging hewan, menguliti kayu, juga tidak menutup kemungkinan dipakai sebagai pahat untuk memahat wajah manusia di dinding goa tersebut. Di beberapa tempat yang lain, seperti di Sumatera dan Sulawesi, Flores, Rote, Atambua (Timor Barat/NTT) serta Seram (Papua) dan Maluku (Kei), biasanya kapak lonjong dengan ukuran kecil tersebut juga dipandang sebagai senjata sakral (lulik) untuk acara ritual keagamaan.
Secara umum pula, masyarakat purba yang terbiasa menggunakan kapak lonjong masuk dalam kategori Ras Austromelanosoide (mayoritas), Aborigin (Australia)  dan Melanosoid (papua). Selain itu juga Ras mongoloide (minoritas) seperti yang ditemukan di Semang (Kalimantan-Malaysia) dan Atca (Filipina).
Mungkin, patut untuk dijadikan catatan, bahwasannya secara geografis (berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh Wallacea), Timor-Leste berada di area Wallacea Line, yakni area campuran antara kebudayaan kapak lonjong dengan kebudayaan kapak persegi. Intinya adalah penemuan benda purbakala tersebut sangat penting bagi masyarakat Timor-Leste guna memahami sejarahnya di masa lalu: “bahwa sejarah masyarakat manusia bukanlah semata-mata sejarahnya kolonialisme saja.”

----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar