Dili dan Modernisasi
Dili
& Modernização
---Bagian
Pertama dan Kedua---
By Vladimir Ageu
DE SAFI’I
Ini hanyalah
sebuah catatan ringan tentang kondisi Ibukota Dili dalam kesehariannya. Mungkin tepatnya disebut sebagai catatan
pinggiran yang saya lakukan selama berinteraksi dengan orang-orang yang terpinggirkan
oleh harapannya sendiri di masa lalu yang karena dimanipulasi oleh kelompok
kepentingan tertentu guna semakin meminggirkan kaum pinggiran tersebut.
Gaya arsitektur apa adanya pada perumahan penduduk di Ibukota Dili. Foto: |
A. Pengantar
Sebagai ibukota negara, Dili mencoba
dirancang dan dibangun sebagaimana umumnya ibukota di negara-negara lain.
Modernisasi menjadi kata kunci utama dalam mengimplementasikan niatan tersebut.
Bagi sebagian kalangan, Dili harus mengubah wajah menjadi kota modern: sebuah
konsep antithesis dari kondisi Dili saat ini---kota tradisional (tepatnya capital
semrawut).
Bagi
kalangan yang pro pada antithesis tersebut, sepertinya hanya berpikir sebatas
pada thesis dan antithesisnya saja. Mereka tidak memikirkan akan synthesis dari
kontradiksi yang akan ditimbulkan dari pertentangan antara ‘kondisi tradisional’
versus ‘kondisi modern’ dalam kehidupan social kemasyarakatan Timor Leste. Setidaknya,
ini dapat kita lihat dari gejala/indikasi yang ada saat ini, yakni: (1) para
elit pemerintahan dan elit lain yang berkepentingan sekedar memikirkan tentang
kebijakan (policy) politik pendukungnya; (2) para elit pemerintahan dan elit
lain yang berkepentingan sekedar memikirkan soal besaran (nilai nominal) dari
anggaran negara yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan program modernisasi
tersebut; (3) mereka tidak atau kurang seberapa memikirkan tentang konsekuensi negative
yang akan ditimbulkan dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya
masyarakat Timor Leste, khususnya bagi penduduk yang menghuni kota Dili.
B. Dili dalam Cengkraman Modernisasi
(Neo-Liberalisme)
Pasar tradisional Dili. Foto: |
Berdasarkan
sensus 2010, total keseluruhan penduduk Timor Leste berjumlah 1.066.409 jiwa yang berasal dari 184.652
kepala keluarga/uma kain. Jumlah tersebut meliputi 544.199 untuk berjenis
kelamin laki-laki dan 522.210 untuk jenis kelamin perempuan. Populasi tersebut
tersebar di 13 distritu/kabupaten, 65 subdistritu/kecamatan, dan 442 suco/desa.
Sementara itu, berdasarkan sensus 2004 jumlah penduduk sekitar 923.198 jiwa.
Artinya, selama 6 (enam) tahun antara 2004-2010 mengalami penambahan sebanyak
143.384 jiwa (sekitar 15 persen). Jadi, rata-rata dalam setiap tahunnya
mengalami penambahan 23.897 jiwa atau 2,5 persen.
Secara otomatis, semenjak hasil
referendum 1999 mulai diketahui oleh masyarakat, maka semenjak itu pula Dili
diakui sebagai Ibukota Negara: Republica
Democratica de Timor Leste. Sebelumnya, dimulai sejak tahun 1976, Dili
dinyatakan sebagai ibukota Propinsi Timor Timur yang ke-27 oleh Indonesia
selama 23 tahun. Sebelumnya juga, Dili merupakan ibukota untuk Propinsi Timor
Portugis terhitung mulai tahun 1769 hingga 1975 atau selama 206 tahun. Saat
ini, penduduk yang tinggal di Ibukota Dili berjumlah 234.231 jiwa
(berdasarkan sensus populasaun 2010).
Pasca referendum, dapat dikatakan
bahwa kondisi Dili amat memprihatinkan. Pertempuran antara dua kelompok
(pro-kemerdekaan versus pro-integrasi) telah menyebabkan banyaknya sarana
infrastruktur kota luluh-lantah akibat aksi pembakaran oleh kedua kelompok.
Dalam pertikaian yang berlangsung sekitar satu bulan lebih itu, banyak
bangunan-bangunan yang mengalami kerusakan seperti gedung pemerintahan propinsi
dan fasilitas pelayanan public lainnya, perumahan negara, perumahan penduduk
serta bangunan-bangunan yang diperuntukkan bagi pertokoan dan pasar. Kondisi
demikian juga terjadi di kabupaten-kabupaten di luar Dili. Dengan demikian,
Dili sebagai ibukota Negara berangkat dari puing-puing kehancuran.
Kantor Kemlu Timor Leste. Foto: www.nytimes.com |
Baik pemerintahan transisi
Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun pemerintahan RDTL 2002 dihadapkan pada
persoalan yang sama terkait dengan kondisi Ibukota Dili, yakni bagaimana menata
dan membangun kembali kota Dili. Sudah pasti, kebijakan politik pembangunan
tata ruang kota harus dibuat. Namun, hingga detik ini (2012), tidak ada
kejelasan atas politik dan kebijakan serta program-program pembangunan ibukota
Dili tersebut dari pemerintah. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa
proyek-proyek pembangunan sarana infrastruktur ibukota Dili berjalan tanpa dilandasi
dengan perencanaan pembangunan yang matang (tidak ada blue print-nya). Akibatnya, semua kegiatan proyek pembangunan
berjalan asal-asalan, yang antara proyek satu dengan lain tidak nyambung,
lebih-lebih bila dikaitkan terhadap dampak yang akan ditimbulkan oleh aktivitas
pembangunan kota tersebut di masa mendatang.
Kesan yang timbul atas kegiatan
pembangunan sarana fisik kota Dili itu adalah: (1) terdapat saling rebutan
antar pejabat dan kementerian; (2) pemerintahan yang terbentuk mulai dari tahun
2002 hingga 2012 ini tidak memiliki visi dan misi yang jelas terkait dengan penataan
dan pembangunan tata ruang kota Dili; (3) proyek yang dikerjakan hanyalah sebuah
bentuk dari kegiatan bagi-bagi kue kekuasaan; (4) akibatnya, proyek pembangunan
fisik yang berlangsung di dalam kota Dili tidak memberikan manfaat yang positif
bagi masyarakat, justru sebaliknya akan menciptakan efek negative di kemudian
hari.
Pasir putih, Dili. Foto: uk.reuters.com |
Hampir semua orang merasakan dan
menyatakan bahwa tinggal di ibukota Dili tak ubahnya tinggal di kompleks
pekuburan/pemakaman: sepi, sunyi, jauh dari keramaian dan kedamaian rohani.[1] Akibatnya,
banyak golongan masyarakat yang berduit dalam memenuhi kebutuhan akan hiburan,
mereka berlibur keluar negeri, mayoritas ke Indonesia dengan dua sasaran: Bali
dan Jawa. Selain itu juga, dengan tanpa memikirkan akan segi keborosannya,
banyak yang mengadakan acara-acara pesta komunitas, seperti pesta nikah, ulang
tahun, ritual gereja dengan puncak acaranya: dansa.
Dansa menjadi satu-satunya hiburan yang
bersifat massif bagi warga Dili. Dengan dansa, mereka dapat berinteraksi antara
satu dengan lainnya. Bahkan, acara dansa ini seringkali dijadikan sebagai
sarana kesempatan dalam kesempitan oleh kaum muda-mudi. Meskipun begitu, hampir
dapat dipastikan, akhir dari setiap pesta yang ada dansanya adalah perkelahian.
Pemicunya biasanya berkisar soal perempuan. Perkelahian antar tamu undangan
sangat mudah terjadi mengingat dalam acara demikian, biasanya juga dibanjiri
dengan minum-minuman beralkohol.
Dansa: satu-satunya hiburan gratis bagi penduduk Timor Leste. Foto: |
Bagi masyarakat Dili dan Timor Leste umumnya, dansa telah menjadi bagian
deari tradisi yang tak terpisahkan dari gaya dan kehidupan sosial mereka. Pesta
dansa juga menjadi simbol eksistensi status sosial mereka. Demi menjaga gengsi
sosialnya, seorang keluarga rela mengeluarkan belasan hingga puluhan ribu
dollar hanya untuk menggelar acara dansa.
Masyarakat Timor Leste adalah ‘masyarakat
mata uang’, di mana di sebelahnya berwajah konservatif dan sisi sebelahnya lagi
bermuka liberal. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka tergolong konservatif.
Namun, ketika sebuah pesta diadakan bersamaan dengan dimainkannya musik dansa,
maka mereka masuk sebagai manusia yang liberal. Dalam pesta dansa, seorang laki-laki
dan perempuan dapat bergonta-ganti pasangan dengan sesuka hatinya. Sepertinya,
acara itu menjadi acara yang bebas akan nilai dan norma. Kondisi demikian,
jangan harap dapat kita jumpai ketika telah berada di luar acara dansa (saat dansa sudah selesai)
karena masyarakat Timor Leste masih tergolong sebagai masyarakat yang memegang
nilai-nilai budaya leluhurnya.[2]
Maket Timor Plaza |
Di banyak kalangan, seperti golongan
kelas[3]
menengah ke atas dan para pejabat pemerintahan, ketika mereka berbicara
mengenai Dili, maka pola pikir mereka terbatasi oleh sebuah konsep ‘Dili
sebagai Ibukota modern sebagaimana ibukota negara-negara lainnya’. Realitas
kota Dili dengan segala bentuk, ruang dan isinya yang mereka lihat selama ini
dinilai sebagai sesuatu yang belum modern alias sangat ketinggalan zaman.
Karenanya, bagi banyak kalangan mengharapkan terjadinya modernisasi pada wajah
kota Dili.
Sementara itu, masyarakat bawah
sendiri seakan-akan tidak pusing dengan wajah ibukota Dili. Bagi golongan
penduduk mayoritas ini, yang terpenting adalah pemerintah mampu menciptakan
lapangan pekerjaan, serta mampu menjamin keamanan dan ketertiban umum dan
lain-lain yang berkaitan dengan persoalan kelangsungan hidup mereka. Dili
menjadi kota metropolitan atau modern, bukanlah menjadi pikiran prioritas
mereka.
Tentu saja sah apabila setiap orang
memiliki pemahaman dan pengetahuan yang berbeda terhadap modernisasi. Begitu
juga, (tentu kita tidak dapat menyalahkan) bila hampir setiap orang akan
berbangga diri ketika ia menyebut dirinya sebagai manusia modern.
Penambang pasir di Sungai Comoro, Dili. Foto: |
Dalam konteks di atas, modern atau
modernisasi semata-mata dipahami sebagai sesuatu yang berbeda dengan situasi
yang sebelumnya (yakni tradisional). Berangkat dari kacamata awam ini, maka
pemahaman mereka tentang “orang modern adalah orang yang gaya hidup dan
pemikirannya maju, sedangkan orang tradisional adalah orang yang gaya hidup dan
pemikirannya ketinggalan zaman (antigu)”.
Selanjutnya, mereka juga memaknai bahwa ‘orang modern tinggal di kota, sedang
orang tradisional tinggal di desa’. Beginilah orang-orang menjelaskan perbedaan
istilah ‘modern’ dan ‘tradisional’. Baiklah, jadi tulisan tentang ‘Dili dan Modernisasi’
ini berangkat dari pemahaman sederhana masyarakat awam tersebut.
Modernisasi juga dipandang sebagai sesuatu
yang mengglobal: modernisasi berarti globalisasi alias mendunia. Jika
memperhatikan terhadap sejarah perkembangan negara-negara modern saat ini, maka
modernisasi dengan ciri mengglobalnya tersebut dapat terwujud sebagai akibat
dari muncul dan kelanjutan dari revolusi borjuasi yang terjadi di belahan Eropa
beberapa abad yang lalu. Konsekuensi lanjut dari proses tersebut adalah
membuminya gerakan demokratisasi. Kemudian, modernisasi sangat terkait erat
dengan kemenangan para pengusung ide ‘demokrasi’ yang notabene ada hubungannya
dengan kebangkitan kelas menengah atau kelas borjuasi di sebuah negara. Dengan
demikian, maka gerakan modernisme dan globalisme secara mutlak mensyaratkan
adanya perubahan politik dan sosial. Tanpa adanya perubahan di dua bidang
tersebut, mustahil pergerakan modernisasi dapat terwujud. Tuntutan akan pasar
bebas dan perdagangan bebas sebagaimana yang melanda dunia saat ini merupakan
bagian dari proses perubahan politik dan social tersebut.
Dili dan aktivitas keseharian penghuninya. Foto: |
Dengan melihat sejarah perkembangan
demokrasi di seluruh penjuru dunia, maka perubahan politik dan sosial tersebut,
pertama-tama akan muncul dan berkembang di kota-kota besar atau utama, seperti
ibukota negara. Ibukota negara, khususnya, menjadi simbol dan pusaran utama
bagi pergerakan demokrasi sebelum meluas ke kota-kota dan desa-desa di
sekitarnya.
Pengalaman sejarah membuktikan bahwa
Dili di masa lalu telah menjadi simbol perlawanan dan eksistensi dari
masyarakat Timor Leste. Dili dijadikan sebagai representasi atas kemajuan dan
kemunduran gerakan nasionalisme anti penguasa kolonial, termasuk bentuk dan
formasi organisasi perlawanannya. Ketika itu, Dili memainkan peran berwajah
ganda: bagi pemerintah kolonial, Dili adalah pusat pengkonsolidasian kekuasaan
kolonial. Sedangkan bagi kelompok gerakan anti kolonial, maka Dili adalah pusat
pengkonsolidasian gerakan pembebasan nasional.
Konsekuensi dari kemerdekaan dengan
dibentuknya Negara RDTL, Ibukota Dili sebagai Ibukota Negara memainkan peran
sebagai sentral dari hampir semua aspek kehidupan bernegara, yakni (a) sebagai
sentral kegiatan pemerintahan, (b) sentral kegiatan politik; (c) sentral
kegiatan ekonomi; (d) sentral kegiatan sosial dan budaya (pendidikan,
kesehatan, agama, kesenian, dll). Dengan demikian, Ibukota Dili akan dipandang
sebagai ‘satu-satunya wakil atas muka/penampilan negara dan bangsa Timor
Leste’. Dengan bahasa sederhananya: hitam-putihnya ibukota Dili adalah
hitam-putihnya negara dan bangsa Timor Leste.
Palm Beach Apartment in Dili. Foto: |
Dengan melandaskan pada logika pemikiran
tersebut, maka Dili harus mengubah penampilannya: dari muka kusut, kusam dan
ketinggalan zaman/tradisional menjadi segar, cantik, dan modern.
Setidak-tidaknya, modernitas kota Dili akan ditampilkan melalui dibangunnya
sarana dan prasarana fisik yang serba ‘wah’ dan menjulang tinggi ke angkasa,
seperti pembangunan
gedung-gedung perkantoran pemerintahan berbintang (seperti rencana pembangunan
gedung Ministerio Finanças yang
berlantai 10) pembangunan gedung pertokoan/plaza (supermarket-supermarket
bertingkat serta pasar modern seperti Timor Plaza dan ruko/rumah-rumah toko
bertingkat di sepanjang kanan dan kiri jalan), pembangunan monument-monumen nasional yang megah (seperti
Taman Makam Pahlawan di Metinaro, patung-patung pahlawan---Nicolau Lobato di
Bundaran Comoro, Liurai Dom Boventura di Distrito Manufahi, Korban Masacre 12
Novembro 1991 di Motael, dan sebagainya),
pembangunan jalan kembar mulai dari Comoro hingga ke jantung kota---Palaçio do Governo beserta jembatan
kembarnya di Sungai Comoro, pembangunan apartemen-apartemen megah di tengah-tengah
pemukiman penduduk yang kumuh, serta aktivitas-aktivitas parade militer dalam
setiap event nasional, dan seterusnya. Termasuk juga penciptaan kemegahan dari
perspektif agama dengan dibangunnya Katedral/gereja.
Katedral Dili. Foto: |
Semua
bentuk pembangunan simbol kemodernan tersebut dilakukan dengan maksud dan
tujuan untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pembangunan di Timor
Leste sedang giat berjalan dan ada kemajuan, setidak-tidaknya pada infrastrutur
fisiknya. Dalam
konteks inilah bagaimana ibukota Dili hendak dihubungkan dengan ibukota-ibukota
negara di dunia, khususnya dengan negara-negara sekawasan, seperti Asia
Tenggara.
Hubungan yang ada sebenarnya adalah
sebuah network. Terbentuknya network ini, bukanlah secara kebetulan. Terdapat
actor-aktor internasional yang bekerjasama dengan actor-aktor nasional. Actor
utama yang paling berperan dalam ‘jaringan modernisasi’ tersebut adalah para
pelaku ekonomi transnasional. Pembangunan gedung-gedung perkantoran
pemerintahan, jalan kembar Comoro, serta gedung-gedung pertokoan modern yang
dilakukan oleh konsorsium internasional menjadi bukti atas network tersebut. Pertanyaannya
adalah ‘bagaimana actor internasional mampu melakukan modernisasi terhadap
ibukota Dili?’
Menteri Industri TL, Gil Alves saat meresmikan Timor Plaza |
Salah satu faktor yang menjadi penyebab
berhasilnya modernisasi merasuki kehidupan negara Timor Leste adalah adanya
kebijakan (politica) yang secara
sengaja dibuat oleh pemerintah yang berintikan pada arahan (mata dalan) agar negara yang
bersangkutan terintegrasi secara internasional (integrasi internasional), baik
kebijakan di bidang politik maupun ekonomi. Ibukota Dili saat ini---suka atau
tidak suka, terima atau tidak terima---sedang berada dalam lingkaran proses
pengintegrasian internasional tersebut. Dengan cara inilah, actor-aktor
internasional (kekuatan pemilik modal) mencoba melakukan penetrasi social dan
kultura dalam kehidupan masyarakat Timor Leste.
Sudah pasti, Dili sebagai ibukota negara
memiliki keterkaitan yang multidimensional dengan negara Timor Leste, baik yang
sifatnya psikis maupun fisik (isin-klamar).
Cepat atau lambat, Ibukota Dili dengan segala denyut kehidupannya akan
terpengaruh dan bergerak mengikuti dan sesuai dengan ritme dan melodi kehidupan
kota-kota besar dunia. Artinya, melalui ibukota Dili inilah secara tidak
langsung menjadikan masyarakat Timor Leste, khususnya penduduk yang tinggal di
kota Dili akan terkait dan terhubung dengan “masyarakat global yang notabene relatif lebih lama hidup dalam
konsep sebagai kota metropolis”.
C. Akibat Modernitas atas Ibukota Dili
Modernisasi Dili: Ada Si pembuang sampah & ada Si Pemungut Sampah. Foto: |
“Penobatan Dili
sebagai ibukota Negara RDTL bukanlah tanpa unsur kesengajaan. Terdapat latar
belakang politik dan ideologis yang jelas atas penobatan/pemilihan tersebut.
Sudah pasti, terdapat pertimbangan dan keputusan politik yang melatarbelakangi
penguasa Kolonialis Portugis ketika memutuskan memindahkan ‘ibukota’
kekuasaannya dari Oequsse ke Dili pada tahun 1769. Sudah barang tentu, bukanlah
sikap yang strategis untuk tetap meninggali Oequsse sedangkan rakyat di
sekitarnya terus-menerus melakukan pemberontakan, belum lagi saat melihat
datangnya ancaman dari saingan utamanya di Pulau Timor, yakni Belanda yang
memilih Kupang sebagai pusat dan sekaligus benteng pertahanannya.
Bagi Portugal,
Dili menjadi satu-satunya tempat tinggal terakhir untuk menyelamatkan segala sesuatu
yang dimilikinya di sekitar Asia Tenggara (khususnya Kepulauan Nusantara)
setelah kekalahannya dalam perebutan wilayah Maluku oleh Belanda. Dili,
karenanya dijadikan sebagai benteng pertahanan terakhir untuk menyelematkan
asset dan misi imperialismenya, seperti eksplorasi atas kayu cendana, kopi, dan
rempah-rempah lainnya; serta untuk mengamankan misi imperium keagamaannya
seiring dengan tugas yang dimandatkan oleh Vatikan sebagai Pasukan Salib di
kawasan Afrika, Amerika, dan Asia bersama-sama dengan Kerajaan Spanyol,
khususnya dalam mengkatholikkan penduduk Timor. Dengan didudukinya Dili,
serta-merta Portugal pun memulai membangun symbol-simbol kekuasaan ekonomi,
politik dan social-budaya.
Timorese & Indonesian Flag |
Hal yang serupa
juga dilakukan oleh Penguasa Jakarta ketika melakukan invasi ke Timor Leste
dengan menentukan Dili sebagai sasaran pertama dan utamanya. Menguasai Dili
berarti menguasai daratan Timor Leste, setidak-tidaknya secara politik. Maka,
langkah memborbardir Dili adalah keputusan dan sekaligus langkah yang strategis
bagi langkah-langkah berikutnya. Seakan-akan tidak mau kalah dengan penguasa
sebelumnya, penguasa Indonesia pun segera membangun symbol-simbol yang berbau
keindonesiaan guna menunjukkan eksistensi dan pengaruh heggemonii ideologinya,
baik kepada masyarakat Timor Leste maupun dunia internasional.
Salah satu peradaban UN yg terkenang bagi beberapa gadis Dili |
Pasca referendum
1999, pihak United of Nations/Perserikatan Bangsa-Bangsa juga melakukan hal
yang serupa. Pihak UN pun memilih Dili bukan sebuah desa di puncak gunung
sebagai pusat administrasi politik dan pengaruh keamanannya. Menyadari bahwa
misinya adalah sementara, maka berbeda dengan yang telah dilakukan oleh
Portugal dan Indonesia, bangunan-bangunan yang didirikan oleh petugas UN juga
bersifat temporal/non-permanen. Meskipun begitu, tidak semua sarana
infrastruktur yang dibangun bersifat non-permanen, contoh pembangunan sebuah
jembatan yang dirusak saat 1999. Pada hampir semua jembatan yang diproduksinya,
selalu disertakan ukiran atau lukisan bertuliskan negara anggota UN yang
bersangkutan.
Sebagaimana
majemuknya/pluralnya keanggotaan militer, polisi dan staff sipil UN yang datang
ke Timor Leste, membawa konsekuensi pembangunan sarana dan prasarana yang mampu
mendukung kinerja mereka, seperti dengan dibangunnya sarana perhotelan,
supermarket, bar-bar dan restaurant. Secara ideologis, semua itu dimaksudkan
untuk mengenangkan (memori) kepada masyarakat Timor Leste akan peran dan
eksistensi mereka selama di negeri ini.”
1. Konsentrasi Ekonomi-Kapital
Suasana Colmera, Dili. Foto: |
“Jika ingin
mendapatkan dollar, maka datanglah ke Dili; Jika ingin mendapatkan pekerjaan,
maka carilah di Dili; Jika ingin melihat sayur-mayur dan buah-buahan negara
lain yang segar dan bersih, Dili adalah tempatnya; Jika ingin kaya, maka
tinggallah di Dili; Jika ingin melihat kemiskinan dan pengangguran, maka lihatlah
di setiap sudut kota Dili; dan seterusnya”
Sekali lagi, proses modernisasi yang
dilakukan terhadap kota Dili merupakan bagian dari skenario global untuk
memasukkan hegemoni kekuatan yang pro pada neo-liberalisme. Dili akan dijadikan
sebagai kota yang megah dan terbuka oleh siapapun dan apapun. Semua dengan
alasan dan pembenaran: mengikuti arus globalisasi. Dengan demikian, modernisasi
ini akan bersifat memoderatkan pikiran dan sikap dari kekuatan-kekuatan
internal yang ada. Meskipun begitu, bukan berarti proses ini akan berjalan
mulus dan tanpa tantangan. Kasus modernisasi terhadap ibukota-ibukota negara di
belahan dunia pada akhirnya menimbulkan reaksi-reaksi penentangan serta munculnya
berbagai persoalan sosial yang ditimbulkannya. Begitu pula dengan Dili,
walaupun saat ini banyak kalangan yang mendukung atas proses modernisasi ini,
namun secara pelan dan pasti akan menimbulkan reaksi-reaksi penentangan akibat
efek negative yang ditimbulkannya. Berbagai permasalahan yang berujung pada
konflik sudah mulai bermunculan sebagai akibat dari proses modernisasi tersebut
walaupun belum disadarinya sepenuhnya jika hal itu berkaitan, seperti
menyangkut permasalahan status dan pengalihan fungsi lahan.
ANZ Bank: Bank Australia di Dili |
BNU Bank: Bank Portugal di Dili |
Secara kasat mata, dapat dilihat bahwa
terjadi peningkatan jumlah pendatang (imigran luar negeri) yang mengadu nasib
di Kota Dili. Mayoritas imigran tersebut melakukan aktivitas perdagangan.
Mereka kebanyakan berasal dari Indonesia, China, Portugal, Australia dan Negara
Asia lainnya.
Mandiri Bank: Bank Indonesia di Dili |
An-Nur: Satu-satunya Masjid di Dili |
Dalam hal imigran Indonesia asal etnik
China, mayoritas menguasai dan bermain dalam lapangan elit. Mereka biasanya
bekerjasama dengan China-China Timor serta menjalin hubungan mesra dengan para
pejabat pemerintahan terkait dengan proyek-proyek pemerintahan. Bukan rahasia
umum pula, bila mayoritas golongan inilah yang selama ini memfasilitasi para
pejabat pemerintah ketika melakukan aktivitas keluar negeri (menanggung tiket
pesawat, bayar hotel, sekaligus penyedia tukang pijatnya).
Hampir setiap sudut kota Dili ada toko China |
Dapat dikatakan pula, para imigran China
inilah yang mempelopori dibangunnya apartemen-apartemen untuk golongan kelas
menengah ke atas. Mereka juga bergerak di sektor pembangunan toko-toko serba
ada/guna dan perhotelan. Selain itu, mereka pun mulai menguasai sektor pendistribusian
minyak di Dili dengan cara mendirikan station
fuel.
Hal lain yang cukup mencengangkan adalah
mulai adanya aktivitas black market
pada nivel kelas tinggi yang terkait dengan tanah dan penggunaannya. Ambil
kasus di kawasan Hudi Laran, tempatnya di sekitar perempatan Hudi Laran. Di
area ini didirikan 2 station fuel, yang
keduanya dimiliki oleh pebisnis asal China. Di kompleks inilah, pebisnis China
mendirikan sederetan rumah toko (ruko) dengan status tanah: menyewa. Pada
awalnya, ruko-ruko ini diperuntukkan untuk kalangan mereka sendiri. Namun dalam
perkembangannya, ruko-ruko ini kemudian disewakan kembali dengan setiap ruko
seharga U$ 1.000.[4]
Beginilah cara mengendalikan ekonomi Timor Leste |
Imigran lain yang jumlahnya banyak
adalah asal Portugal. Mayoritas mereka berada di Timor Leste terkait dengan
program portuguisasi bahasa Portugis di negeri ini. Selain itu, kebanyakan,
mereka bekerja di lembaga pemerintahan. Keberadaan imigran Portugis mulai
meningkat semenjak krisis ekonomi yang melanda Eropa. Dalam hal tempat tinggal,
mereka di fasilitasi oleh pemerintah Portugal dan juga Timor Leste (kerjasama
bilateral). Meskipun begitu, ada juga yang bergerak di bidang usaha, seperti
Perusahaan ENSUL---perusahaan milik Portugis yang bergerak dibidang kontruksi
serta memfasilitasi kebutuhan orang-orang Portugis dibekas negeri jajahannya
tersebut.
Gedung KEMLU TL: Buatan dan bantuan RRC. Foto: |
Militer Australia di Dili (Krisis 2006). Foto: |
Sementara itu, keterlibatan di sector
ekonomi tidak seberapa ditunjukkan oleh imigran asal Australia. Hanya beberapa
warga Australia saja yang bergerak di sector bisnis, khususnya perbengkelan
yang inipun “sepertinya menjadi satu paket yang tak terpisahkan dengan
keberadaan misi Australia di Timor Leste”. Mayoritas mereka bekerja di sektor
publik dan pemerintahan, termasuk NGO’s.
Peoples & Traditional Markets in Dili. Foto: |
Beberapa penduduk negara lain di Asia
yang mencoba mengadu nasib di Timor Leste adalah Jepang, Korea Selatan,
Singapura, Malaysia, dan Myanmar.
Jika menggunakan perspektif rasialisme,
penduduk pribumi yang bergerak di sector formal adalah warga negara keturunan
(hasil kawin campur dengan orang China) atau yang kemudian disebut dengan
‘China Timor’. Golongan inilah yang saat ini turut berkompetisi dengan para
pelaku ekonomi asing. Beberapa toko besar yang berperan sebagai penyupplai
kebutuhan pangan rakyat Timor Leste dilakukan oleh kelompok China Timor ini.
Khusus untuk import beras, mereka lebih banyak datangkan dari Vietnam dan
Thailand.
Local traditional markets in Dili. Foto: |
Pesta adalah hal yang normal bagi penduduk Timor Leste |
2. Konsentrasi
Politik
“Jika ingin
menjadi elit politik, maka itu hanya akan terjadi di Dili; Jika ingin membangun
kekuatan politik, maka mulailah dari kota Dili; jika ingin merebut dan duduk di
kekuasaan, maka Dili adalah tempat yang tepat; dan sebagainya.”
Para aktivis mahasiswa Timor Leste, FNLM |
Modernisasi terhadap ibukota Dili juga
akan membawa dampak yang signifikan bagi kehidupan politik di negeri yang
pernah hidup di bawah sistem kolonialisme selama lebih dari 450 tahun ini. Tanpa
didukung oleh kebijakan politik, dapat dipastikan bahwa modernisasi akan
terlambat merasuki wajah kota Dili.
Sede Central Partido Socialista do Timor |
Isu komunal masuk dalam ranah politik (Krisis 2006 Timor Leste) |
Persoalan ‘lorosa’e’ dan ‘loromonu’
merupakan salah satu peninggalan dari masalah masa lalu yang hingga detik ini
masih kental terasa. Konflik terbesar sepanjang sejarah Timor Leste “modern”
adalah peristiwa 2006 yang lalu. Ketika itu, bagaimana antar penduduk dari
etnik yang berbeda terlibat saling serang dan saling bakar-menghancurkan
property pribadi masing-masing. Jika dicermati lebih lanjut, sebenarnya konflik
etnik ini tidak semata-mata bersifat horizontal, melainkan sudah masuk dalam
ranah vertikal (kekuasaan dan negara).[6] Sentimen
etnik bercampur dengan kepentingan politik dari masing-masing individu elit
asal etnis tertentu.
Mariano Sabino (PD) - Mari Alkatiri (Fretilin) |
Sesuatu yang agak janggal bila kita
mengikuti paradigma lama, di mana yang namanya pejabat tinggi negara atau elit
politik harus dihormati dan disegani. Kenyataannya, di negeri yang konon
sebagai penjelmaan dari buaya ini, tingkat penghormatan masyarakat terhadap
mereka sangat rendah bahkan dapat dikatakan tidak ada.[7]
Masyarakat terbelah menjadi 2: kaya dan miskin |
Tak ada makan siang gratis: kongsi antara elit politik&ekonomi |
Generasi 1975 Timor Leste (FRETILIN) |
Dilihat dari komposisi organisasi,
satu-satunya organisasi sosial politik yang relative mampu bertahan dalam
menghadapi goncangan natural tersebut adalah FRETILIN. Relativitasnya ini lebih
banyak disebabkan oleh faktor emosional bukan ideologis. Sementara itu, partai
politik lain seperti CNRT akan menjadi organisasi pertama yang tercerai-berai
mengingat organisasi ini secara struktural dan ideologis kurang terbangun
selain faktor ketergantungan yang besar pada figur Xanana Gusmão. Partai politik
selanjutnya adalah PD (Partidu Demokratiku). Organisasi ini juga sedang
dihadapkan pada persoalan bagaimana meredam konflik internal terkait dengan
kepemimpinan para elit partai yang duduk di kursi kekuasaan yang berhadapan
dengan massa/kadernya yang berada di luar kekuasaan. Partai lain yang sedikit
memiliki harapan masa depan adalah PST (Partidu Sosialista Timor), meskipun
begitu, terdapat persoalan internal yang menuntut untuk segera dibenahi. Karena
jika tidak, partai yang secara tegas menyatakan diri berideologi
Marxisme-Leninisme ini akan ditinggalkan oleh para simpatisannya.[9]
Membro Falintil di Dili, 1999. |
Kontradiksi sosial dalam masyarakat akan melahirkan gerakan sosial |
3. Dampak Sosial Budaya
UNDIL, salah satu universidade di Dili |
“Jika ingin
melihat surga, maka tersedia di kota Dili; Jika ingin melihat bangunan dan
fasilitas yang megah dan modern, ada di Dili; Jika ingin melihat kemajemukan
yang terkotak-kotak, Dili adalah rumahnya; Jika ingin melihat pencopet,
kriminalitas, preman, dan pelacur, maka Dili adalah lokalisasi yang tepat; Jika
ingin melihat perkelahian antar pemuda, maka Dili telah menjadi ring dan arena
bermain utamanya; Jika ingin melihat kesenjangan social antara kelas kaya
dengan kelas miskin, maka Dili adalah kacamata yang tepat; Jika ingin melihat
peradaban baru dengan peradaban lama dalam kondisi perang dingin, maka melihat
perilaku Dili adalah pilihan yang tidak salah; Jika ingin pintar, maka
datanglah ke kota Dili sebab pendidikan berlokasi di sini; Jika ingin sehat,
maka berobatlah ke rumah sakit-rumah sakit di kota Dili; Jika ingin melihat
bagaimana revolusi social akan berlangsung, maka Dili adalah tempat yang tepat
untuk memulainya; dan seterusnya.”
Kantor Gubernur Propinsi Timor-Timur, 1993 |
Sebuah bangunan rumah pribadi yang megah
dan bergaya arsitektur modern sebenarnya
menjadi simbol atas status ekonomi dan sosial pemiliknya. Begitu juga,
dengan bangunan rumah gubuk merupakan konkretisasi atas kondisi pemiliknya.
Dengan demikian, bentuk dan gaya arsitektur merupakan cerminan ideologi sosial
mereka, yang sudah pasti mensiratkan adanya defferensiasi/perbedaan antara
langit dengan bumi; kaya versus miskin.
Mercado lama Dili: arsitektur ala Portugis |
Anak-anak kecil di Dili juga berjualan |
Dengan munculnya kesumpekkan dan
kesetressan sosial tersebut, menunjukkan bahwa ruang (luasnya area) tidak
menjadi ukuran bagi kenyamaan penduduk untuk dapat menikmatinya. Bangunan yang
megah, jalanan yang diperlebar, dan sebagainya menjadi sesuatu yang kehilangan
makna. Sebagian orang akan tetap merasa bahwasannya situasi Dili sangat sunyi
dan sempit. Tentunya, kondisi psikologis yang demikian bukan semata-mata
terbentuk oleh satu factor melainkan perpaduan dari carut-marutnya kondisi
ekonomi, politik dan lingkungan social masyarakat.
Dili dan masa depan penghuninya |
Rumah adat Tutuala, 1972 |
TNI & bangunan ala Portugis di Dili, 1975 |
Gedung pemerintahan ala Indonesia di Dili |
Perbedaan antara Portugal dengan
Indonesia adalah “bila Portugal langsung menghabisi arsitektur original
masyarakat lokal Timor Leste, maka kebijakan yang diterapkan oleh penguasa
Indonesia berlainan lagi: mengkombinasikan antara seni arsitektur penduduk
setempat dengan seni arsitektur modern. Sisa-sisa dominasi ini dapat dilihat
saat ini seperti gedung pemerintahan daerah yang dipakai sebagai kantor
Kedutaan Besar Australia di kawasan Fatuhada, Dili: sebuah bangunan yang
atapnya bergaya uma lisan Lospalos.
Selanjutnya, fase keempat adalah model
arsitektur di era kemerdekaan. Terjadi pertarungan ideologis atas model
arsitektur bangunan di ibukota Dili saat ini. Portugal dengan segala
keterbatasannya mencoba tetap mengukuhkan cengkeraman arsiteknya atas
bangunan-bangunan Negara (Markas Besar Policia Militer di Balide, Istana Negara
di Lahane, Gedung Museum, dan beberapa bangunan lainnya). Sementara itu,
arsitektur ala Indonesia masih juga terus dijadikan referensi oleh penduduk
Timor Leste saat membangun gedung perkantoran atau rumah pribadi. “Tetap
abadinya” arsitektur ala Indonesia ini juga tidak terlepas dari latar belakang
intelektual (Sarjana Teknik) Timor Leste yang mayoritas menamatkan
pendidikannya di Indonesia, serta adanya hubungan kerja antara penguasaha Timor
Leste dengan beberapa ahli arsitektur Indonesia.
Palacio Presidente: Produk bangunan berarsitektur China, Dili. Foto: |
Jika semua bangunan di atas
dibidani/diotaki oleh ahlinya, maka pandangan kontras terlihat pada bangunan
rumah penduduk. Mayoritas, gaya perumahan penduduk diarsiteki secara langsung
oleh si pemilik rumah atau dengan saran dari tukang/badaen penggarap rumah. Minimnya pengetahuan ilmiah (teori) serta
dana yang ada menyebabkan gaya arsitekturnya tidak karuan dengan kontruksi yang
asal-asalan juga, yang seringkali tidak mengindahkan kondisi panasnya cuaca
Dili dengan ukuran ketinggian rumah. Rata-rata, rumah penduduk hasil karya
arsiteknya sendiri ini tersusun oleh 12 batako/blok atau sekitar 2,4 meter
dengan komposisi atap mendatar, bukan curam.[12]
Traditional Markets in Dili |
Dengan demikian, saat ini sedang
berlangsung peperangan untuk merebut dominasi dan pengukuhan atas ideologi
kekuasaan (cultural) dari masing-masing kelompok yang bermain di Ibukota Dili.
Di mana selain persaingan di antara sesama arsitektur, juga pertarungan antara
bangunan perusahaan dengan bangunan pribadi/penduduk kebanyakan. Semuanya ini sebagai manifestasi atas
pertarungan ideologi-ideologi sosial.
Dili telah menjadi ruang bagi masuknya
peradaban baru yang membawa nilai-nilai dan nnorma-norma baru pula. Semua itu,
cepat atau lambat akan mempengaruhi penghuninya. Setidak-tidaknya, penduduk
Dili akan terpolarisasi dalam dua golongan yang saling bertenttangan, yakni
golongan yang pro pada peradaban baru dan golongan yang anti terhadap peradaban
baru. Masing-masing keyakinan tersebut akan semaksimal mungkin disuntikkan pada
keseluruhan masyarakat.
Mapa Linguistic in Timor Leste. Semua etnik berkumpul di Dili |
Pluralism ini merupakan momentum bagi
munculnya benturan-benturan sosial baru diantara komunitas yang ada yang
sifatnya lebih kompleks. Adanya differensiasi sosial akan pula mempengaruhi
proses interaksi dan komunikasi sosial antar anggota komunitas, dan ini menjadi
pra kondisi awal atas munculnya konflik sosial.[13]
Berjubel-jubelnya kendaraan roda empat
di Dili, menjadikan jalanan kota Dili terasa sempit. Setiap pagi, siang dan
sore, jalanan utama kota Dili dilanda kemacetan. Masih rendahnya kesadaran
dalam berkendaraan, seringkali menjadi penyebab terjadinya kecelakaan
lalu-lintas. Belum lagi ditambah dengan mentalitas arogansi yang kurang menjaga
sarana dan prasarana public di jalan raya dari para pengendara atau penduduk
yang tinggal di sekitar kanan-kiri jalan. Mereka dengan rasa percaya diri akan
membongkar batas pemisah jalan yang terbuat dari beton yang dipasang persis di depan rumahnya. Alasannya satu:
tidak mau berputar. Padahal aksi ini menjadi salah satu faktor penyebab
terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Panasnya cuaca/iklim ibukota Dili, juga
turut mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Rumah-rumah penduduk yang
mayoritas tanpa menghitung sirkulasi udara beserta kelembaban dan kepanasannya
menjadi penyebab panasnya suhu di dalam rumah. Sudah pasti, situasi demikian
akan menyebabkan situasi di dalam rumah selalu dalam keadaan “panas”. Penghuni
rumah akan mudah terpancing akan emosinya.
Hal yang serupa juga terjadi di luar
rumah. Panasnya cuaca Dili akan memprovokasi orang untuk berlaku tidak sabaran.
Kebanyakan, penduduk Dili dan Timor Leste adalah manusia yang temperamental.
Persoalan kecil dapat menjadi besar. Persoalan kemacetan di jalanan akan memicu
lahirnya pertengkaran. Factor geografis ini, akan semakin menemukan bentuknya
menjadi persoalan social yang serius manakala berkorelasi dengan persoalan
ekonomi dan politik.
Secara social, variable lain yang
memudahkan masyarakat kota Dili mudah terpancing dalam konflik horizontal
adalah maraknya dan sudah mentradisinya minuman beralkohol. Jika dibadingkan
antara kehidupan masyarakat Dili dengan masyarakat di Surabaya, sangat berbeda.
Di Surabaya, seorang tamu cukup disuguhi dengan segelas air putih, kopi atau
the dengan kue/makanan ringan lainnya. Sementara bagi masyarakat Dili, hal
seperti itu tidak biasa; akan mengurangi gengsi tuan rumah bila di atas meja
tidak tersedia minuman beralkohol. Situasi demikian juga normal terjadi dalam
setiap kerumunan anak-anak muda di pinggiran jalan atau gang-gang perkampungan.[14]
Seringkali pula, konflik social di kota
Dili, dipicu oleh ulah sebagian pemuda yang tergabung dalam organisasi beladiri
(arte marçiais). Sikap solidaritas
sesame anggota seringkali menjadi alasan utama bagi sekelompok pemuda yang
tergabung dalam organisasi tersebut berhadapan dengan organisasi beladiri
lainnya.
Terkait dengan persoalan organisasi
beladiri, maka hingga detik ini, pemerintah belum mampu membuat sebuah
peraturan yang tepat guna mengatasinya. Ketiadaanya peraturan pengatur serta
lemahnya kebijakan politik pemerintah dalam menyelesaikannya, seringkali memicu
institusi F-FDTL, khususnya semenjak dipimpin oleh Panglima Lere Anan Timor
untuk selalu mengeluarkan statemen bernada ancaman terhadap para pelaku
instabilitas lokal atau nasional.
Semua kasus di atas hanyalah bagian dari
permasalahan kecil yang saat ini terjadi di kota Dili. Masih banyak persoalan
lain, yang intinya menjadi factor penyebab bagi mudahnya masyarakat Dili untuk
terlibat dalam arena perkelahian yang sifatnya horizontal.
Program agrikultura tak mampu mencegah urbanisasi penduduk ke Dili |
Bagi sebagian masyarakat, persoalan
mengadu nasib ke Dili bukan semata-mata faktor ekonomi dan politik. Seseorang
akan tetap berangkat ke Dili dan tinggal di Dili, ketika ada anggota
keluarganya yang “mengalami kesuksesan”. Selain itu, masih kuatnya hubungan
kekerabatan di antara mereka, seperti seorang keponakan akan tetap menjadi
tanggungjawab dari paman atau om-nya (tiun)
dalam hal sekolah dan kebutuhan lainnya, manakala ia berada di kota Dili.
Faktor-faktor demikian menjadi sekian banyaknya variabel yang semakin
memperumit pola dan arus urbanisasi di Timor Leste beserta penanganan atas
dampak yang ditimbulkannya.
[1]
Selama 10 tahun tinggal dan hidup di ibukota Dili, saya merasakan adanya
monotonisme kehidupan. Kegiatan-kegiatan yang berjalan tidak lebih sebagai
sebuuah rutinitas yang kosong akan makna. Hiburan menjadi barang yang langka
alias susah di dapatkan. Satu-satunya sarana hiburan yang dapat saya akses dan
juga kebanyakan golongan berduit masyarakat Dili adalah tempat-ttempat hiburan
malam atau bar dan sarana hedon lainnya. tentu, tempat-tempat demikian menjadi
barang yang mahal bagi masyarakat golongan miskin.
[2]
Saya berharap dapat menulis tentang persoalan kebudayaan masyarakat Timor
Leste.
[3]
Selama ini, tulisan-tulisan saya tentang susunan kelas social masyarakat Dili
masih belum sistematis. Untuk kelas menengah dapat dibaca di artikel: Organização da Luta Massa Universitario
(Povo) do Timor Leste
[4]
Saya sempat diberi tahu oleh seorang perempuan pribumi, yang kebetulan rumah
kami bersebelahan. Ia berkeinginan membuka usaha informal dengan membuka rumah
makan dan berjualan bakso ala Jawa. Ia dihadapkan pada persoalan lokasi tempat
berjualan. Ia kemudian berusaha bertanya pada pemilik ruko di perempatan Hudi
Laran. Saat mendengar jawaban, ia sangat terkejut dan berkomentar: “Ida ne’e
maka komplikadu liu! Uluk ita halo funu para bele liberta ita nia rai doben Timor Leste ne’e, maibe
ukun rasik’an hetan tiha ona, atu halo aktividade bisnis kiik-oan moos ita
tenki aluga fali ba ema estranjerius fali ho folin 1.000 dollar kada fulan.
Bulak!” (Ini benar-benar komplikasi! Dulu, kita melakukan perang dengan maksud
untuk membebaskan bumi tercinta Timor Leste, setelah kemerdekaan kita peroleh,
masak mau membuat kegiatan bisnis kecil-kecilan, kita harus menyewa kembali
(ruko) pada orang asing seharga 1.000 dollar setiap bulannya. Gila!)
[5]
Semoga saya dapat membuat
artikel tentang susunan kelas masyarakat Timor Leste.
[6]
Akan dibahas dalam materi tersendiri. Sebagai pengantar/pengetahuan umum dapat
dibaca di artikel: Kronologi Konflik 2006.
[7]
Baca di susunan kelas social masyarakat Timor Leste
[8] Banyak
politisi yang berpandangan bahwasannya Timor Leste akan susah untuk berkembang
bila tidak membuka pintu lebar-lebar bagi kekuatan ekonomi asing (baca:
investor). Dan pandangan ini pula yang selalu dikampanyekan baik secara terbuka
maupun malu-malu.
[9] Mengenai
peta kekuatan politik Timor Leste ini akan dibahas dalam artikel tersendiri.
[10]
Baca artikel berjudul: Timor Leste:
Nasionalisme ala F-FDTL
[11]
Baca tulisan M. Castells, 1983, The City
and the Grassroots: A Cross-Cultural Theory of Urban Social Movements. London:
Edward Arnold.
[12]
Model ini lebih banyak dipilih atas dasar pertimbangan keuangan, referensi
pemilik rumah dan tukangnya, serta tingkat kemudahan dalam hal pembuatannya.
Sesuatu yang sangat lucu (namun tragis) adalah rata-rata para tukang bangunan/badaen di Timor Leste adalah badaen
kagetan: mendadak jadi badaen. Semua
ini disebabkan oleh kondisi perekonomian keluarga dan juga ketiadaannya
lapangan pekerjaan yang mampu menyerap tenaga para badaen tersebut sebelum
menjadi badaen. Maka, tidak
mengherankan bila ada seorang badaen yang peralatan kerjanya tidak lengkap.
Dalam obrolan café dengan kolega, siapa biasa menyebut badaen Timor Leste dengan istilah ‘Badaen Martil’, yakni badaen
yang bermodalkan palu/martil, gergaji dan meteran saja. Selain dari peralatan
ini, biasanya si pemilik rumah yang disuruh untuk membeli. Sementara itu, bukan
menjadi rahasia umum bila badaen
Timor dikenal lambat dalam bekerja. Istilah umum yang biasa dipakai untuk
menjulukinya adalah ‘Badaen Fumador’,
yakni badaen yang selesai memasang
satu buah batako langsung berhenti untuk merokok/fuma.
[13]
Saya tinggal di sebuah bairo atau terkenal dengan sebutan Hudi Laran, yang
sebelumnya dikenal sebagai area rawan konflik antar penghuninya. Saat ini, Hudi
Laran relative lebih tenang disbanding 4 tahun sebelumnya. Terdapat pemandangan
mengenai pengelompokan social yang secara natural terjadi di kawasan ini:
bagaimana masing-masing penghuni rumah mencoba membangun ikatan komunitas yang
didasarkan pada ikatan etnisitas/kedaerahan. Keluarga dari etnik Fataluku akan
cenderung membangun hubungan mesra dengan sesame mereka. Hal yang serupa juga
dilakukan oleh etnik Makasae, Kemaq, Bunaq, dan Mambai. Dalam bahasa tetum
dikenal dengan istilah ‘buka nia maluk
rasik’ (mencari anggota atau kerabatnya sendiri). Sikap toleransi dan
penghormatan kepada sesama/tetangga relative rendah. Rumah saya diapit oleh
keluarga Makasae (Lospalos-Luro), Manatuto, sebuah keluarga Viequeque-Same, dan
sebuah keluarga campuran Malaiana dan Suai. Semua tetangga tersebut memiliki
karakter yang berbeda-beda. Keluarga Maksae, tak pernah menurunkan volume
suaranya ketika berbicara: keras dan mirip dengan orang yang sedang bertengkar,
dan dalam setiap kalimat pasti muncul satu kata makian (Ina nia huin, karalhu, het nia man, etc); tidak perduli mau siang
atau malam. Keluarga Manatuto juga tidak
jauh berbeda; selama 24 jam selalu dalam kondisi perang sesame dalam satu
rumah. Si ibu (janda) berprofesi sebagai guru SD (bersyukur sudah pindah,
karena rumah dijual oleh orang tuanya. Keluarga lainnya adalah Makasae
(Viqueque), yang terlihat begitu arogan ketika mengendarai mobilnya. Meskipun di
dalam jalanan bairo, ia selalu berlari kencang. Satu lagi adalah, keluarga
Viqueque-Same yang begitu gak ambil pusing dengan situasi lingkungannya. Ia
adalah seorang sopir taxi yang kebetulan patraon atau majikannya memperbolehkan
membawa taxinya untuk dibawa pulang ke rumah. Kebiasaannya (sekeluarga) bila
memutar tape selalu dengan suara yang seluruh penghuni bairo dapat
mendengarkannya. Satu laginya adalah
sebuah keluarga campuran antara Tetum Terik (Suai) dengan Bunaq (Bobonaro). Pekerjaannya
lebih suka memamerkan harta kekayaan. Dan masih banyak karakter lainnya. Yang
intinya, bahwa di bairo tempat kami tinggal dihuni oleh berbagai macam karakter
yang berbeda-beda, yang kesemuannya mengindahkan akan nilai-nilai dan
norma-norma social (etika penghormatan).
[14]
Di bairo tempat saya tinggal, terdapat sebuah pemandangan dan kebiasaan dari
sekumpulan anak muda yang bekerja sebagai buruh di gudang beras milik PT
Globus, yakni bagaimana mereka dengan teman-teman sebaironya langsung memborong
minuman kaleng beralkohol (Bir merk Tiger, ABC, dan juga arak/Tuak Sabu) pada
sebuah kios di sebelah rumah setelah mereka menerima bayaran dari majikannya.
Mereka menerima bayaran dalam setiap minggunya. Mereka dibayar 5 dollar per
hari. Berarti dalam satu minggu, mereka mendapatkan bayaran sebesar 35 dollar.
Ironisnya adalah, uang upah selama seminggu tersebut akan habis saat itu juga.
Celakanya lagi, rutinitas demikian, seringkali berakhir dengan perkelahian
diantara sesama mereka. Ini juga berlaku bagi mereka yang sudah berkeluarga:
punya istri dan punya anak.
catatan yang sangat bagus.memang beginilah realita sosial saat ini di Timor leste. Diperlukannya upaya yang keras dari pihak pemerintah dan terlebih gereja untuk secara perlahan merubah pola pikir dan gaya hidup masyarakat...saya sebagai warga negara timor lestepun merasakan kepenatan atas setiap rutinitas yang dirasa sangat monoton..
BalasHapusobrigado. abracos
Hapus..............KISAH NYATA..............
HapusAssalamu Alaikum Saya Ibu Siti Dari Kota Makassar Ingin Berbagi Cerita
dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
internet dan menemukan nomor Ki Kanjeng,saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya dikasi solusi,
awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Kanjeng alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
Kanjeng Taat Pribadi di nmr 085325576777 Kyai Dari Probolinggo,ini nyata demi Allah kalau saya bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.
KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!
((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))
Pesugihan Instant 10 MILYAR
Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :
Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
dll
Syarat :
Usia Minimal 21 Tahun
Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda
Proses :
Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
Harus siap mental lahir dan batin
Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
Pada malam hari tidak boleh tidur
Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :
Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
Ayam cemani : 2jt
Minyak Songolangit : 2jt
bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt
Prosedur Daftar Ritual ini :
Kirim Foto anda
Kirim Data sesuai KTP
Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR
Kirim ke nomor ini : 085325576777
SMS Anda akan Kami balas secepatnya
Maaf Program ini TERBATAS hanya untuk 25 Orang saja..
cermin bagi negara kita.. negara besar yang ekonomi-nya di kuasai asing.. walaupun tidak kelihatan..
BalasHapusbenar. setuju
HapusUlasan yang bagus bung.
BalasHapusSaya kira masalah-masalah diatas akan tetap hadir, jika tidak menyertakan semua pihak berperan aktif untuk berunding, dan membuat komunitas ekonomi kreatif dan semacam untuk mengatarkan warga dan masyarakat disana semakin baik.
Kesadaran terhadap sesama memang tidak bisa tumbuh begitu saja, apalagi mengigat umur TL masih begitu muda dan tentu masih ada harapan besar untuk generasi muda disana.
Saya setuju memang tidak ada makan siang gratis, sebagaimana bantuan Australia dalam memberikan bantuan Militer kala menghadapi konflik 2006..
Sukses selalu dan di tunggu ulasan berikutnya mengenai TL.
Terima kasih atas komentnya. memang dibutuhkan sebuah aksi yang integrated dan aktif.
HapusSaya mau bertanya, Apakah di kota Dili masih banyak yang menggunakan bahsa indonesia?
BalasHapusassalamualaikum wr, wb….!!! Sujud syukur saya ucapkan
BalasHapuskepada ALLAH SWT dan saya sekeluarga sangat berterimakasih
banyak kepada (KI JOYO WIJOYO) atas bantuannya saya bisa
menang togel dan nomor ghoib yaitu 4D yang diberikan KI
alhamdulillah berhasil tembus.. karna sekarang ini
kehidupan saya jauh lebih baik dari sebelumnya dan
semua hutang2 saya sudah pada lunas semua,,!!!
jika anda mau bukti bukan rekayasa silahkan
bergabung dengan KI JOYO WIJOYO:
Hubungi KI JOYO WIJOYO di No: 082 322 214 909 insya
allah beliua akan menbantu kesusahan anda apalagi kalau
anda terlilit hutang terima kasih….?? KARNA RASA HATI
YANG GEMBIRA MAKANYA NAMA BELIAU SAYA CANTUNKAN DI INTERNET…
..............KISAH NYATA..............
BalasHapusAssalamu Alaikum Saya Ibu Siti Dari Kota Makassar Ingin Berbagi Cerita
dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
internet dan menemukan nomor Ki Kanjeng,saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya dikasi solusi,
awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Kanjeng alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
Kanjeng Taat Pribadi di nmr 085325576777 Kyai Dari Probolinggo,ini nyata demi Allah kalau saya bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.
KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!
((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))
Pesugihan Instant 10 MILYAR
Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :
Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
dll
Syarat :
Usia Minimal 21 Tahun
Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda
Proses :
Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
Harus siap mental lahir dan batin
Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
Pada malam hari tidak boleh tidur
Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :
Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
Ayam cemani : 2jt
Minyak Songolangit : 2jt
bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt
Prosedur Daftar Ritual ini :
Kirim Foto anda
Kirim Data sesuai KTP
Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR
Kirim ke nomor ini : 085325576777
SMS Anda akan Kami balas secepatnya
Maaf Program ini TERBATAS hanya untuk 25 Orang saja..
Kami Hadir Untuk Menjalin Tali Silatuh Rahmi,Guna Untuk Membantu Para Masyarakat Di Muka Bumi Ini ,Dengan Segala Permasalahan Yang Ada,Karena Di Dalam Masyarakat Yang Kita Tahu Saat Sekarang Ini,Masih Banyak Masyarakat Yang Hidup Dibawah Garis Kemiskinan,Untuk Itu,Izinkan Saya Mbah Karwo Untuk Memberikan Solusi Terbaik Untuk Anda Yang Sangat Membutuhkan.Ada Berbagai Cara Untuk Membantu Mengatasi Masalah Perekonomian,Dengan Jalan ; 1,Melalui Angka Togel Jitu ; Supranatural 2,Pesugihan Serba Bisa 3,Pesugihan Uang Balik/Bank ghaib 4,Ilmu Pengasihan 5,DLL HANYA DENGAN BERMODALKAN KEPERCAYAAN DAN KEYAKINAN,INSYA ALLAH ITU SEMUANYA AKAN BERHASIL SESUAI DENGAN KEINGINAN ANDA... Dunia yang akan mewujudkan impian anda dalam sekejab dan menuntaskan masalah keuangan anda dalam waktu yang singkat. Mungkin tidak pernah terpikir dalam hidup kita untuk menyentuh hal hal seperti ini. Ketika terpikirkan kekuasaan, uang dalam genggaman, semua bisa dikendalikan sesuai keinginan kita.Semua bisa diselesaikan secara logika.Tapi akankah logika selalu bisa menyelesaikan masalah kita. Pesugihan Mbah Karwo Mbah memiliki ilmu supranatural yang bisa menghasilkan angka angka putaran togel yang sangat mengagumkan, ini sudah di buktikan member bahkan yang sudah merasakan kemenangan(berhasil), baik di indonesia maupun di luar negeri.. ritual khusus di laksanakan di tempat tertentu, hasil ritual bisa menghasilkan angka 2D,3D,4D,5D.6D. sesuai permintaan pasien.Mbah bisa menembus semua jenis putaran togel. baik itu SGP/HK/Malaysia/Sydnei, maupun putaran lainnya. Mbah Akan Membantu Anda Dengan Angka Ghoib Yang Sangat Mengagumkan "Kunci keberhasilan anda adalah harus optimis karena dengan optimis.. angka hasil ritual pasti berhasil !! BERGABUNGLAH DAN RAIH KEMENANGAN ANDA..! Tapi Ingat Kami Hanya Memberikan Angka Ritual Kami Hanya Kepada Anda Yang Benar-benar dengan sangat Membutuhkan Angka Ritual Kami .. Kunci Kami Anda Harus OPTIMIS Angka Bakal Tembus…Hanya dengan Sebuah Optimis Anda bisa Menang…!!! Apakah anda Termasuk dalam Kategori Ini 1. Di Lilit Hutang 2. Selalu kalah Dalam Bermain Togel 3. Barang berharga Anda Sudah Habis Buat Judi Togel 4. Anda Sudah ke mana-mana tapi tidak menghasilkan Solusi yang tepat Jangan Anda Putus Asa…Selama Mentari Masih Bersinar Masih Ada Harapan Untuk Hari Esok.Kami akan membantu anda semua dengan Angka Ritual Kami..Anda Cukup Mengganti Biaya Ritual Angka Nya Saja… Apabila Anda Ingin Mendapatkan Nomor Jitu 2D 3D 4D 6D Dari Mbah Karwo Selama Lima Kali Putaran,Silahkan Bergabung dengan Uang Pendaftaran Paket 2D Sebesar Rp. 500.000 Paket 3D Sebesar Rp. 700.000 Paket 4D Sebesar Rp. 1.000.000 Paket 6D Sebesar Rp. 1.500.000 dikirim Ke Rekening BRI.Atas Nama:No Rekening PENDAFTARAN MEMBER FORMAT PENDAFTARAN KETIK: Nama Anda#Kota Anda#Kabupaten#Togel SGP/HKG#DLL LALU kirim ke no HP : ( 0852-3162-7267 ) SILAHKAN HUBUNGI EYANG GURU:0852-3162-7267
BalasHapusAKHIR TAHUN PINJAMAN DI RATE SANGAT RENDAH.
BalasHapusHalo, aku Mrs. Sandra Ovia, pemberi pinjaman uang pribadi, yang Anda dalam utang? Anda membutuhkan dorongan keuangan? pinjaman untuk mendirikan sebuah bisnis baru, untuk bertemu dengan tagihan Anda, memperluas bisnis Anda di tahun ini dan juga untuk renovasi rumah Anda. Aku memberikan pinjaman untuk lokal, internasional dan juga perusahaan pada tingkat bunga yang sangat rendah dari 2%. Anda dapat menghubungi kami melalui Email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)
Anda dipersilakan untuk perusahaan pinjaman kami dan kami akan memberikan yang terbaik dari layanan kami.
Nama: __ Hendi Zikri Didi
BalasHapusBandar: _______________ Melaka
pekerjaan: _ Pemilik perniagaan
Sebarang notis: ____ hendidi01@gmail.com
Halo semua, sila berhati-hati tentang mendapatkan pinjaman di sini, saya telah bertemu dengan banyak peminjam palsu di internet, saya telah menipu saya hampir menyerah, sehingga saya bertemu seorang rakan yang baru saja memohon pinjaman dan dia mendapat pinjaman tanpa tekanan, jadi dia memperkenalkan saya kepada legitamate AASIMAHA ADILA AHMED LOIR FIRM, saya memohon Rm1.3 juta. Saya mempunyai pinjaman saya kurang dari 2 jam hanya 1% tanpa cagaran. Saya sangat gembira kerana saya diselamatkan daripada mendapatkan hutang miskin. jadi saya nasihat semua orang di sini memerlukan pinjaman untuk menghubungi AASIMAHA dan saya memberi jaminan bahawa anda akan mendapat pinjaman anda.
Pusat Aplikasi / Hubungi
E-mail: ._________ aasimahaadilaahmed.loanfirm@gmail.com
WhatsApp ____________________ + 447723553516